ARTICLE AD BOX
Anggota DPR nan dinonaktifkan lantaran kontroversial hingga melukai hati rakyat sekarang mendapat sorotan publik. Pasalnya, mereka tetap menerima penghasilan meski berstatus nonaktif.
Adapun mereka nan dinonaktifkan itu ialah yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dari fraksi NasDem, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dari fraksi PAN dan Adies Kadir dari fraksi Golkar. Apa sebenarnya makna status personil DPR nonaktif?
Tak Terima Tunjangan Fasilitas
Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menegaskan penonaktifan personil DPR bermasalah krusial dilakukan untuk menjaga marwah lembaga legislatif.
"Kami minta ketua umum parpol untuk menonaktifkan personil DPR nan bermasalah. Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai personil DPR," kata Nazaruddin kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).
Menurutnya, status nonaktif bukan sekadar simbolik. Dia mengatakan para personil nan dinonaktifkan tak bakal mendapat akomodasi lagi.
"Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan akomodasi ataupun tunjangan sebagai personil DPR RI," ujarnya.
Nazaruddin menegaskan MKD bakal terus mendorong ketua umum parpol mengambil sikap tegas demi menjaga integritas DPR.
"Kalau tidak ada langkah dari parpol, masyarakat bisa menilai DPR ini lembaga nan tidak serius menjaga kehormatannya," tutupnya.
Masih Terima Gaji
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah buka bunyi mengenai persoalan tersebut. Said mengatakan secara teknis personil DPR RI nan dinonaktifkan tersebut tetap menerima gaji.
"Kalau dari sisi aspek itu (teknis) ya terima gaji," kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).
Namun, Said menjelaskan dalam UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, tak ada istilah nonaktif. Meski begitu, dia menghormati sikap PAN, NasDem dan Golkar.
"Baik tatib maupun Undang-undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif," ujarnya.
"Namun saya menghormati keputusan nan diambil oleh NasDem, PAN, Golkar, dan semestinya pertanyaan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut, agar moralitas saya tidak melangkahi itu, dan tidak boleh lah ya," sambung dia.
Publik lantas menyorot personil DPR nan tetap menerima penghasilan meski berstatus nonaktif. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai jika penonaktifan itu hanya untuk menyembunyikan personil DPR bermasalah untuk sementara.
"Fraksi alias partai nampak tak mau kehilangan 5 personil mereka hanya lantaran dituntut publik. Mereka hanya 'disembunyikan' sementara waktu sembari menunggu perkembangan selanjutnya. Kalau situasi sudah tenang beberapa waktu kemudian, kelima personil ini bakal diaktifkan lagi," kata Lucius kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).
Lucius menyebut pemilihan diksi menonaktifkan 5 personil DPR nampaknya lebih untuk menunjukkan respons sigap partai politik atas banyaknya tuntutan nan muncul dari publik. Menurutnya, diksi nonaktif tak ditemukan dalam UU MD3 sebagai dasar melakukan pergantian antara waktu (PAW) personil DPR.
"Karena itu bisa dikatakan penonaktifan 5 personil itu berarti bahwa kelimanya hanya tak perlu beraktivitas dalam kegiatan-kegiatan DPR untuk sementara waktu tanpa mencabut hak-hak personil sebagaimana nan lain," ucap Lucius.
"Anggota-anggota non aktif ini bakal tetap mendapatkan hak-hak sebagai personil meskipun tak perlu bekerja," tambahnya.
Dia menyebut nonaktif dari kedudukan adalah istilah untuk meliburkan personil DPR dari aktivitas pokoknya dengan tetap mendapatkan jatah anggaran dari DPR. Atas perihal itu, Lucius tak memandang ada hukuman dari partai kepada anggotanya nan dituntut publik untuk bertanggungjawab atas perkataan dan perbuatannya.
"Dengan demikian fraksi alias partai tak mengakui bahwa apa nan dituntut publik terhadap anggota-anggota itu sesuatu nan salah menurut partai alias fraksi. Putusan menonaktifkan adalah pernyataan pembelaan parpol atas kader mereka dengan sedikit upaya untuk menyenangkan publik sesaat saja," ujarnya.
Lucius mengatakan jika partai mengakui kesalahan kadernya nan membikin publik marah, semestinya mengambil langkah pemberhentian. Menurutnya, dengan pemberhentian maka partai memaknai penolakan publik sebagai penarikan mandat atas kader nan dianggap tidak bisa dipercaya lagi mewakili rakyat.
"Dengan pemberhentian, maka bakal ada proses PAW, sekaligus memastikan kelima orang itu tidak punya tanggungjawab secara moral dan politis untuk menjadi wakil rakyat," tegasnya.
(eva/wnv)