Pakar Nilai Abolisi Tom Lembong-amnesti Hasto Dilandasi Semangat Rekonsiliasi

Sedang Trending 2 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai pemberian abolisi kepada Thomas Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto sebagai corak keberanian politik Presiden Prabowo Subianto dalam membangun rekonsiliasi nasional pasca pemilu. Ia mengapresiasi langkah tersebut sebagai terobosan penting.

"Tom memang membikin keputusan sebagai pejabat publik, tapi keputusan itu bagian dari diskresi kebijakan. Dalam sistem norma pidana modern, kebijakan keliru tidak serta-merta dipidana tanpa bukti niat jahat nan jelas," kata Hardjuno kepada wartawan Minggu (3/8/2025).

Menurutnya, abolisi dipahami sebagai langkah untuk menghentikan proses norma dan memulihkan keadaan seseorang seolah-olah perkara nan dituduhkan tidak pernah ada. Meski terdapat beragam pandangan mengenai implikasinya terhadap status pidana, Hardjuno menekankan pentingnya kejelasan naratif dari negara untuk menghindari kekeliruan tafsir publik.

Ia menilai langkah Presiden ini bukan sekadar keputusan politik, tapi sekaligus isyarat untuk memperjelas pemisah antara ranah norma dan ranah kebijakan.

"Ketika norma dipakai untuk menghukum tafsir ideologi alias kebijakan, itu bukan keadilan, tapi pembalasan," ujarnya.

Hardjuno juga mengingatkan agar keputusan pemberian abolisi semacam ini tetap disertai transparansi agar tidak disalahpahami publik.

"Presiden sudah mengambil langkah berani, sekarang waktunya menjelaskan narasinya dengan terang," ujar Hardjuno.

Sementara itu, mengenai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Hardjuno Wiwoho menilai langkah Prabwo menunjukkan komitmen untuk membangun rekonsiliasi politik pascapemilu. Namun, keputusan sebesar ini tetap perlu diikuti dengan penjelasan nan terbuka agar publik memahami konteks dan pertimbangannya secara utuh.

"Keputusan Presiden tentu dilandasi semangat rekonsiliasi, dan itu patut dihargai. Tapi demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum, krusial juga untuk menyampaikan secara gamblang dasar dan proses korektifnya," ujar Hardjuno.

(ygs/ygs)