Yusril Ungkap Aset Ri Di Prancis Terancam Disita Buntut Kasus Satelit Kemhan

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra bicara soal kasus Navayo International AG dengan Kementerian Pertahanan RI. Yusril mengatakan aset pemerintah Indonesia di Prancis terancam disita usai Kementerian Pertahanan RI kalah sengketa

Dalam kasus ini Navayo International AG dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD menang melawan Kemhan RI di International Chambers of Commerce (ICC) Singapore. Kemhan dihukum denda ratusan miliar rupiah.

Navayo merupakan perusahaan nan didirikan berasas norma negara Liechtenstein dan berdomisili di St Luzi-Strasse 43, 9492 Eschen, Liechtenstein. Pada tahun 2015, Kemhan menyewa satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT. Sewa tersebut bermasalah hingga Kemhan memilih tidak bayar biaya sewa.

Navayo International AG dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD mengusulkan gugatan ke ICC Singapore dan dikabulkan. Kemhan dihukum bayar denda USD 103.610.427.89.

Pada tahun 2022, perusahaan asal Eropa itu mengusulkan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris, Prancis. Adapun pada tahun 2024, pengadilan Prancis memberikan kewenangan kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas kewenangan dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut ialah rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.

Yusril mengatakan penyitaan aset negara di luar negeri menyalahi Konvensi Winda mengenai hubungan diplomatik. Pemerintah, lanjut Yusril, bakal melakukan upaya untuk menghalang eksekusi.

"Itu menyalahi Konvensi Wina untuk pelindungan terhadap aset diplomatik nan tidak boleh disita begitu saja dengan argumen apa pun. Walaupun perihal ini sudah dikabulkan oleh pengadilan Prancis, pihak kita tetap bakal melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghalang eksekusi ini terjadi," kata Yusril, seperti dikutip Antara, Jumat (21/3/2025).

"Persoalan ini adalah persoalan nan serius bagi kita lantaran kita kalah di forum arbitrase negara lain dan kita kudu menghormati putusan pengadilan, walaupun kita mengetahui ada aspek-aspek nan kita sebenarnya punya argumen nan kuat juga untuk menghalang penyelenggaraan dari putusan pengadilan ini," imbuhnya.

Yusril menerangkan upaya untuk menghalang eksekusi bakal dilakukan dengan langkah diplomasi. Dia menyebut bakal bertolak ke Paris akhir bulan Maret menghadiri pertemuan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pertumbuhan Ekonomi (OECD) sekaligus berbincang dengan menteri kehakiman Prancis.

"Masalah ini juga agar menjadi perhatian bagi pemerintah Prancis oleh lantaran bisa menjadi preseden di seluruh bumi ketika terjadi dispute dengan suatu perusahaan swasta, lantas oleh pengadilan negara tertentu diberikan kesempatan untuk melakukan penyitaan terhadap aset-aset nan sebetulnya dilindungi oleh konvensi tentang aset diplomatik," imbuhnya.

Yusril mengatakan pemerintah Indonesia menghormati putusan arbitrase Singapura. Namun, nominal nan dibayarkan bakal dibahas lebih perincian dan dirundingkan dengan lembaga terkait, terutama Kementerian Keuangan.

Dia menyebut sejatinya terdapat aspek pidana mengenai persoalan dengan Navayo nan tengah diproses oleh Kejaksaan Agung. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihak Navayo diduga melakukan wanprestasi, ialah tidak memenuhi kewajibannya.

"Menurut kalkulasi oleh pihak BPKP, pekerjaan nan sudah dilakukan oleh pihak Navayo itu hanya sejumlah Rp1,9 miliar. Jauh sekali dari apa nan diperjanjikan oleh Kementerian Pertahanan dengan mereka. Tapi ketika kita kalah di arbitrase Singapura, kita kudu bayar dalam jumlah nan sangat besar," katanya.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah melakukan proses norma terhadap pihak-pihak nan mengenai tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit tersebut. Yusril mengatakan pihak Navayo tidak pernah mengindahkan pemanggilan Kejagung.

"Pihak Navayo itu sudah berapa kali dipanggil oleh Kejaksaan Agung, tapi tidak kunjung datang untuk diperiksa sebagai terperiksa maupun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini," ujar Yusril.

Berdasarkan hasil rapat koordinasi pada Kamis (20/3) kemarin, pihaknya bakal menyampaikan persoalan Navayo ke Presiden Prabowo Subianto. Disepakati pula pihak Navayo bakal ditetapkan sebagai tersangka andaikan terdapat cukup bukti.

"Dan kita minta kepada Interpol untuk mengejar nan berkepentingan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi sehingga masalah ini tidak menjadi beban bagi kita. Kalau memang rupanya di kembali semua ini ada korupsi, kenapa pemerintah Indonesia kudu bayar kompensasi begitu besar kepada pihak Navayo?" tuturnya.

(idn/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu