Puasa Dari Berlebih-lebihan

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Masyarakat menanggapi beragam soal wacana libur sekolah selama bulan Ramadhan 1446 H. Ada nan setuju dan sangat senang ketika awal sampai akhir Ramadhan libur, alasannya Ramadhan menjadi momentum bagi keluarga, terutama orangtua, untuk konsentrasi memberikan pengajaran adab dan budi pekerti kepada anak-anaknya serta nan paling krusial adalah melatih dan membiasakan anak untuk menampilkan ahlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Sejak awal wacana bergulir Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengungkapkan bahwa bulan Ramadhan digunakan untuk konsentrasi membina adab dan membina logika budi, di samping proses pembelajaran. Wacana mereda setelah setelah Mendikdasmen menegaskan tidak ada libur penuh di bulan Ramadhan.

Libur penuh alias tidak penuh bagi sekolah ketika Ramadhan bukan persoalan utama. Persoalan utamanya gimana momentum Ramadhan bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk penguatan adab dan budi pekerti murid. Libur sekolah di era Presiden Gus Dur misalnya berbeda situasinya dengan kondisi sekarang; pada masa Presiden Gus Dur masyarakat khususnya para siswa belum menghadapi serbuan teknologi info nan sangat masif.

Sekarang ini generasi milenial hidup di era nan maju sistem teknologinya. Di samping itu juga, perubahan sosial nan luar biasa terjadi di pelbagai aspek kehidupan, mulai dari pola komunikasi, budaya hingga sistem pendidikan. Hal nan positif di tengah kemajuan teknologi adalah mudahnya masyarakat mengakses informasi, berita, dan beragam corak intermezo serta berbelanja peralatan kebutuhan sehari-hari secara online tanpa perlu bersusah-susah pergi ke warung alias toko.

Dampak negatifnya adalah beragam info dan buletin dari bagian bumi mana pun nan berasal dari media sosial maupun media mainstream disadari alias tidak mempengaruhi style hidup sebagian masyarakat Indonesia. Dalam konteks bulan Ramadhan misalnya style hidup sebagian masyarakat ketika menjalankan ibadah puasa dipangaruhi oleh info dari medsos. Tradisi ngabuburit (menunggu buka puasa), shopping makan dan minum untuk takjil (buka puasa), dan shopping kebutuhan Lebaran di akhir-akhir Ramadhan di sebagian masyarakat Indonesia condong royal (israf), berlebih-lebihan, dan bersenang-senang semata.

Ramainya pasar-pasar dadakan nan menyajikan jenis menu buka puasa merupakan perihal nan sangat positif lantaran meningkatkan perekonomian masyarakat. Ketika beragam warung dan toko nan menjual jenis kebutuhan Lebaran padat dipenuhi pembeli, sungguh perihal nan sangat menggemberikan di tengah sulitnya masyarakat mencari kerja dan memenuhi kebutuhan hidup. Sayangnya sebagian masyarakat Indonesia ketika disibukkan untuk berbelanja ketika Ramadhan lupa dengan agenda ibadah nan pokok seperti Salat Tarawih, memperbanyak membaca Al-Quran, dan meninggalkan hal-hal nan tidak bermanfaat.

Tidak sedikit orangtua ketika sibuk berbelanja di bulan Ramadhan untuk buka puasa alias mempersiapkan Lebaran, anak-anaknya dibiarkan untuk bermain HP sampai berjam-jam lamanya, meninggalkan salat wajib dan Salat Tarawih. Bahkan lantaran disibukkan shopping seharian, orangtua sampai tidak tahu jika anaknya tidak berpuasa.

Kalau tradisi sebagian masyarakat Indonesia ketika Ramadhan condong hedonis seperti itu, maka nan menjadi korbannya adalah anak-anak nan orangtuanya terlalu sibuk shopping kebutuhan buka puasa dan Lebaran. Bagaimana mungkin pembelajaran adab dan budi pekerti selama Ramadhan bakal bisa dilangsungkan di rumah ketika kondisi family condong hedonis?

Hedonis menurut KKBI adalah "paham nan mengutamakan kesenangan dan kenikmatan." Ketika Ramadhan tidak sedikit orang nan memperturutkan hawa nafsunya untuk berlebihan dalam belanja, terlalu banyak tidur, dan main HP sepanjang hari. Padahal keistimewaan dalam Ramadhan adalah menggunakan waktu untuk melakukan kebaikan kebaikan.

Puasa Ramadhan pada tahun ini hendaknya digunakan untuk melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan kebaikan, baik nan bermaksud untuk kesalehan pribadi maupun sosial. Sudah semestinya ketika orang Islam berpuasa digunakan untuk menahan segala corak hawa nafsu meskipun berat terasa dan banyak tantangannya.

Segala perbuatan nan bisa mengurangi apalagi menghilangkan pahala berpuasa Ramadhan hendaknya ditinggalkan. Ketika sibuk shopping sampai meninggalkan salat wajib dan Tarawih misalnya bisa menghilangkan pahala berpuasa. Jika seharian main HP dan meninggalkan segala aktivitas nan dianjurkan dikerjakan selama Ramadhan bisa jadi mengurangi pahala berpuasa dan orang nan berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus saja.

Ketika sekolah tidak libur penuh selama Ramadhan mungkin siswa bakal lebih bisa konsentrasi untuk mendapatkan pembelajaran adab dan budi pekerti di sekolah, lantaran di sebagaian lingkungan family dan masyarakat sudah tidak memungkinkan lagi untuk melakukan pembinaan adab dan budi pekerti secara intensif di tengah kuatnya arus hedonisme selama Ramadhan.

Sudah saatnya generasi milenial dan para orangtua diingatkan bahwa puasa Ramadhan pada hakikatnya tidak hanya menahan makan, minum, dan segala sesuatu nan membatalkan puasa dari subuh sampai magrib, namun juga meninggalkan hal-hal nan sia-sia dan tidak berfaedah serta mengisi waktu siang dan malam untuk sebanyak mungkin beramal baik. Puasa dari berlebih-lebihan ketika shopping dan main HP adalah perihal nan relevan dilakukan oleh orang nan berpuas pada puasa tahun 1446 H nan bertepatan dengan tahun 2025 M.

Ahmad Haidar Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu