ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Seorang kawan baik tengah merintis upaya UMKM. Produk nan mulai dia produksi dan pasarkan adalah banana chips. Ini adalah olahan pisang nan dijadikan keripik dan dibentuk menjadi dua varian, rasa coklat dan keju. Banana chips pun dia beri nama nan unik, ialah Aynana. Saya tebak Aynana adalah kombinasi dari dua hal: nama seorang nan spesial dan kata banana nan artinya pisang.
Teman saya sengaja menitipkan produknya ke saya untuk kemudian saya bawa ke Australia sebagai sangu untuk perjalanan. Ia juga meminta saya untuk mengambil gambar pada saat sudah sampai di Australia sebagai teknik iklan di media sosial. Memang kawan baik saya ini selalu punya langkah untuk berbagi apa saja termasuk hal-hal nan sederhana dan buahpikiran imajinatif berdagang. Saya pun sangat menghargai kebaikan dan kegigihannya dalam berbisnis kawan saya ini–yang barangkali sudah nyaris dua dasawarsa menjalin persahabatan sejak waktu kuliah dulu.
Ada cerita nan menarik nan berangkaian dengan keripik pisang nan dititipkan oleh kawan saya. Saat perjalanan kembali ke Australia setelah satu bulan di Indonesia, saya naik pesawat dari Jakarta ke Sydney. Karena kondisi cuaca kurang baik, penerbangan pun ditunda kurang lebih selama dua jam. Seharusnya, saya sampai Sydney jam 6 pagi, tapi karena delay sehingga baru sampai jam 8 pagi waktu Sydney.
Karena keterlambatan ini akhirnya saya pun jadi serba terburu-buru. Saya sudah memesan tiket bus untuk perjalanan Sydney ke Canberra dengan agenda keberangkatan pukul 09.25. Praktis saya hanya mempunyai waktu satu jam untuk bisa keluar dari airport dengan melewati bagian imigrasi dan custom.
Tidak seperti biasanya, waktu pengambilan bagasi rupanya cukup lama. Selain itu saya juga kudu melewati custom dengan pemeriksaan lebih rinci lantaran saya tidak men-declare peralatan bawaan saya. Saya merasa tidak membawa peralatan nan melanggar aturan. nan ada dalam koper hanya busana dan di tas punggung saya simpan keripik pisang nan dititipkan seorang kawan tadi.
Pihak custom di airport Sydney kali ini secara random memilih saya untuk melewati pemeriksaan oleh anjing terlatih nan biasa mencium keberadaan peralatan nan mungkin terlarang. Saya pun menjadi tegang lantaran dua hal: (1) ketangkap membawa peralatan terlarang dan (2) ketinggalan bus nan tidak lama lagi bakal berangkat.
Dalam kondisi semacam itu hanya mempercepat langkah dan doalah nan bisa saya upayakan; semoga pemeriksaan di bagian custom segera selesai dan bisa sampai ke terminal dan tidak ketinggalan bus. Saya pun berterima kasih lantaran akhirnya saya bisa melewati dua perihal tadi dengan baik. Saya tidak terbukti membawa peralatan terlarang dan tidak tertinggal bus. Sepuluh menit sebelum agenda bus berangkat saya sudah tiba di terminal dan bisa sedikit mengatur napas sembari mempersiapkan tiket nan sudah saya pesan secara daring untuk di-scan oleh petugas.
Tepat pukul 09.25 saya pun bisa berangkat naik bus menuju Canberra. Namun, ada perihal nan terlupakan. Saya belum sarapan dan tidak juga sempat membeli air minum. Padahal perjalan dari Sydney ke Canberra menyantap waktu kurang lebih tiga jam dan tidak mungkin meminta ke pengemudi untuk berakhir ke warung alias toko untuk membeli minuman alias makanan. Bus di Australia selalu tepat waktu dan sangat presisi dalam perihal penjadwalan, serta tidak berakhir di tengah jalan untuk mencari alias menurunkan penumpang.
Untungnya, di dalam tas punggung ada dua balut keripik pisang nan seorang kawan titipkan. Di tengah perjalanan, perut saya sudah melilit dan tidak bisa ditoleransi lantaran mungkin sudah jadwalnya sarapan. Karena tidak ada lagi nan bisa saya minum alias makan, akhirnya saya ambil sebungkus keripik pisang dan saya makan sedikit keripik pisang itu. Saya berterima kasih keripik pisang itu bisa mengelabui perut saya nan sakit lantaran belum sarapan.
Saya merasakan keberkahan dari membawa titipan keripik pisang dari seorang teman. Saya pun jadi tersadarkan bahwa terkadang perihal sederhana seperti mau sedikit direpotin untuk membawa titipan dapat membawa keberkahan. Jujur awalnya saya merasa kurang berkenan untuk dititipin peralatan apalagi diminta untuk mengambilkan gambar. Namun, keengganan itu sedikit demi sedikit saya kikis dan saya juga merasa perlu sedikit membantu kawan dalam bisnisnya. Toh tidak berat juga untuk sekadar membawa sampel produk dagangan dan tidak ada patokan nan dilanggar dalam perjalanan.
Dan, pada titik inilah saya saya merasakan sungguh ikatan persahabatan meskipun sudah tidak lagi sedekat waktu saat tetap kuliah kudu tetap dirawat. Cara-cara sederhana misalnya dengan tetap berkirim pesan singkat untuk saling berkabar itu tetap sangat perlu untuk dilakukan.
Tentu bukan diniatkan untuk mengganggu ketenangan orang lain tetapi untuk tetap menjalin ikatan persahabatan nan baik. Terkadang ketika kita mengalami kondisi sulit, kehadiran seorang sahabat mungkin bisa menjadi penguat alias lebih-lebih bisa memberikan pertolongan. Bukankah sahabat baik itu adalah nan ada di saat suka maupun duka?
Dan, saya akhirnya sukses mengambilkan gambar produk UMKM-nya tepat di depan kampus tempat saat ini saya tengah menempuh studi S3. Saya kirimkan gambar itu dan kawan saya pun merasakan senang bukan kepalang lantaran produk dagangannya sukses mendarat di Australia dan bisa dia pamerkan untuk menarik minat pembeli. Barangkali itulah perihal mini nan bisa saya lakukan untuk membantu kawan sebagai imbalan.
Waliyadin pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu