Perampasan Aset Koruptor, (tidak) Adilkah?

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya mengusulkan pertanyaan nan memicu perdebatan: apakah setara anak koruptor menderita lantaran aset orangtuanya disita oleh negara? Pertanyaan ini membuka obrolan nan lebih luas tentang keadilan dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.

Korupsi adalah kejahatan nan merugikan negara dan masyarakat. Uang nan semestinya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat malah masuk ke kantong pribadi para koruptor. Oleh lantaran itu, perampasan aset koruptor dianggap sebagai langkah krusial untuk memberikan pengaruh jera dan mengembalikan kerugian negara. Namun, apakah langkah ini setara bagi family koruptor, terutama anak-anak nan mungkin tidak terlibat dalam kejahatan tersebut?

Keadilan dalam Penegakan HukumPernyataan Presiden Prabowo mengundang perhatian kita untuk menyoroti ketidakadilan dalam penegakan norma di Indonesia. Seringkali, pejabat tinggi nan terlibat dalam kasus korupsi mendapatkan perlakuan nan lebih ringan dibandingkan dengan pegawai mini alias masyarakat biasa nan melakukan kejahatan kecil.

Seorang pegawai mini nan terlibat dalam kasus korupsi mungkin bakal mendapatkan balasan nan lebih berat lantaran tidak mempunyai sumber daya untuk memihak diri. Sementara itu, pejabat tinggi dengan akses ke pengacara mahal dan jaringan nan kuat seringkali dapat menghindari balasan berat.

Contoh lain adalah kasus pencurian ayam nan seringkali mendapatkan balasan nan lebih berat dibandingkan dengan kasus korupsi nan melibatkan jumlah duit nan jauh lebih besar. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dan tebang pilih dalam penegakan norma di Indonesia.

Perampasan Aset sebagai Efek Jera

Perampasan aset koruptor dianggap sebagai salah satu langkah untuk memberikan pengaruh jera. Dengan menyita aset nan diperoleh dari hasil korupsi, diharapkan para pelaku bakal berpikir dua kali sebelum melakukan kejahatan serupa. Namun, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keadilan bagi family koruptor.

Anak-anak koruptor mungkin tidak terlibat dalam kejahatan nan dilakukan oleh orangtua mereka. Namun, mereka kudu menanggung akibat dari perbuatan orangtua mereka. Apakah ini adil? Di satu sisi, perampasan aset dapat dianggap sebagai langkah nan setara lantaran aset tersebut diperoleh dari hasil kejahatan. Di sisi lain, anak-anak nan tidak bersalah kudu menanggung beban nan tidak semestinya mereka pikul.

Pertanyaan nan diajukan oleh Presiden Prabowo juga menandakan bahwa negara tetap ragu untuk menetapkan RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang. RUU ini diharapkan dapat memberikan landasan norma nan kuat untuk menyita aset koruptor dan mengembalikan kerugian negara. Namun, keraguan ini mungkin disebabkan oleh kekhawatiran tentang akibat sosial dan ekonomi dari perampasan aset, terutama bagi family koruptor nan tidak terlibat dalam kejahatan tersebut.

Keadilan dalam Penyitaan Aset

Sebetulnya, negara sudah berupaya setara dalam penyitaan aset koruptor. nan disita adalah aset nan diperoleh dari hasil korupsi, sedangkan aset lain nan diperoleh secara sah tidak disita. Langkah ini menunjukkan bahwa penyitaan aset bukanlah tindakan nan tidak adil. Aset nan disita dari hasil korupsi adalah upaya untuk mengembalikan kerugian nan dialami oleh negara dan masyarakat. Ini adalah corak keadilan restoratif nan bermaksud untuk memperbaiki kerusakan nan telah terjadi.

Dengan menyita aset hasil korupsi, diharapkan dapat memberikan pengaruh jera kepada para pelaku korupsi. Ini menunjukkan bahwa kejahatan tidak bakal membawa untung jangka panjang dan bahwa pelaku bakal kehilangan hasil dari tindakan terlarangan mereka. Penyitaan aset hasil korupsi juga merupakan corak keadilan sosial. Uang nan semestinya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat tidak boleh dinikmati oleh perseorangan alias family nan terlibat dalam kejahatan tersebut.

Dengan hanya menyita aset nan diperoleh dari korupsi, perihal ini menunjukkan bahwa negara tidak menghukum anak-anak alias personil family nan tidak terlibat dalam kejahatan tersebut. Ini membantu memisahkan tanggung jawab perseorangan dari tindakan terlarangan orangtua mereka.

Aspek Kebijakan Publik

Dalam konteks kebijakan publik, perampasan aset koruptor kudu dilihat sebagai bagian dari upaya nan lebih besar untuk menciptakan sistem norma nan setara dan transparan. Kebijakan ini kudu dirancang untuk memastikan bahwa anak-anak nan tidak terlibat dalam kejahatan orang tua mereka kudu dilindungi dari akibat negatif penyitaan aset. Ini bisa dilakukan melalui program pendidikan, training kerja, dan support psikologis.

Di sisi lain, masyarakat nan menjadi korban korupsi kudu mendapatkan faedah dari pengembalian aset nan disita. Dana nan diperoleh dari penyitaan aset bisa digunakan untuk program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, proses penyitaan aset kudu dilakukan dengan transparan dan akuntabel untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa hanya aset nan betul-betul diperoleh dari korupsi nan disita.

Perampasan aset koruptor adalah langkah krusial dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, langkah ini kudu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi semua pihak nan terlibat. Negara kudu memastikan bahwa penegakan norma dilakukan secara setara dan tidak tebang pilih. Selain itu, perlu ada sistem nan jelas untuk melindungi hak-hak family koruptor nan tidak terlibat dalam kejahatan tersebut. Bisakah Pemerintah bertindak demikian?

Gunarwanto chartered accountant dan analis kebijakan publik

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini