ARTICLE AD BOX
Jakarta -
21 Juni 2025 menjadi momen nan mengguncang bumi internasional. Selama 36 jam operasi militer dengan perjalanan udara melintasi Samudera Atlantik Utara, secara sangat rahasia berjalan pengerahan tujuh pesawat pengebom siluman B-2 Spirit nan didukung dengan ratusan pesawat tempur menuju area timur tengah sebagai bagian dari gelar operasi Midnight Hammer atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Bagi kalangan fans film, dipilihnya pesawat pengebom siluman (stealth bomber) tersebut berikut formasinya nyaris mempunyai kemiripan dengan segmen ikonik di movie hollywood Independence Day nan pernah sangat terkenal di tahun 1996 karya sutradara kawakan Roland Emmerich dengan dibintangi oleh tokoh Will Smith dan Bill Pullman.
Perbedaannya, kali ini di dalam B-2 Spirit tidaklah membawa senjata nuklir nan menargetkan pesawat UFO berukuran raksasa milik alien, melainkan peledak GBU-57 penghancur bunker (bunker buster) seberat 13,6 ton dengan sasaran tiga situs nuklir Iran, termasuk Fordow nan berada 80 meter di bawah pegununungan Iran, selain sasaran lainnya: Natanz dan Isfahan. Entah kebetulan alias tidak, sesuai titel movie tersebut, serangan udara nan berkarakter preemptive strike ini juga berselang hitungan pekan menjelang seremoni hari kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli mendatang.
Selain dikenal sebagai pebisnis dan politisi, selama ini Presiden Trump sendiri tergolong sebagai fans film. Berbagai cuitannya di X menggambarkan itu. Sebut saja, saat Trump mencuit pada 2 Februari 2025 ketika memberi peringatan pada teroris ISIS di Somalia dengan kata-kata: "We will find you, and we will kill you" nan nyaris serupa dengan nan diucapkan tokoh Liam Neeson di movie Taken (2008).
Contoh lainnya, Trump sempat mewacanakan pembukaan kembali penjara Alcatraz nan dikabarkan terpengaruh tayangan movie di televisi, Escape from Alcatraz (1979) dengan diperankan oleh tokoh Clint Eastwood. Bukan tidak mungkin, kegemaran Trump terhadap movie ke depannya bakal tercermin pada cuitan alias langkah Trump dalam menunjukkan pesan, baik secara simbolik ataupun tersurat.
Penuh Plot Twist
Keterlibatan langsung AS dalam penyerangan ke situs-situs nuklir Iran dalam 12 hari perang Iran-Israel sejauh ini tercatat penuh dengan kejutan. Ibarat jalannya film, sangat susah untuk menebak alur ceritanya nan seringkali tidak linier dan menyimpan beragam plot twist, baik secara perseorangan ataupun manuver dan kebijakannya. Sudah tentu, kondisi ini menjadikan pekerjaan dari kalangan pengamat, akademisi, dan mahir (expert) manapun menjadi lebih susah untuk memprediksi dan menganalisis arah kebijakan AS di bawah kepemimpinan Presiden Trump.
Ini jelas terlihat dari pernyataan Trump nan sebelumnya bakal memutuskan keterlibatan AS dalam perang Iran-Israel dengan menyebut : "within the next two weeks". Pernyataan ini telanjur ditafsirkan oleh sebagian besar kalangan bahwa keputusan Trump telah terkonfirmasi bakal tertunda selama dua pekan ke depannya. Di saat nan sama, sempat muncul kepercayaan dari kalangan analis dan pengamat mengenai makin terbacanya pola Trump setiap mengeluarkan suatu kebijakan nan dipandang kontroversial, termasuk mengkomparasi dengan manuver Trump dalam pengumuman tarif resiprokal AS.
Namun, kali ini berbeda. Tidak sampai dua pekan, rupanya dua hari sudah cukup bagi Trump beserta para penasehat militernya di Pentagon untuk memutuskan menyerang situs nuklir Iran. Muncul pertanyaan mendasar. Apakah pernyataan Trump ini disalahtafsirkan? Ataukah ini sejalan dengan persepsi sebagian besar kalangan bahwa Trump dipandang seringkali berubah-ubah pendirian?
Mengamati pola ini, serta memperhitungkan intensitas Trump sebelumnya dalam mengucapkan "dua pekan" di beragam isu, maka semakin masuk logika jika dikatakan, termasuk oleh beragam media massa internasional, bahwa Trump menggunakan strategi dua pekan (two-weeks tactic). Ke depannya, pernyataan Trump hendaknya dapat ditafsirkan lebih jeli dan teliti, termasuk membaca kemungkinan-kemungkinannya.
Plot twist lainnya, seperti telah diketahui bahwa serangan udara ke situs nuklir Iran segera memantik reaksi keras dari seluruh dunia, nan mengarah pada kemungkinan bentrok nan berkepanjangan, termasuk wacana penutupan selat Hormuz, dan apalagi membuka kotak pandora serta spiral bentrok menuju Perang Dunia ke 3. Berbagai perkiraan ini cukup berdasar dengan mempelajari karakter sejarah terciptanya perang-perang di masa lalu.
Kenyataannya, dalam hitungan hari pasca AS mengumumkan gencatan senjata secara sepihak, meski diwarnai dengan tindakan balas membalas rudal antara Iran-Israel serta pernyataan dari masing-masing negara, rupanya terjadi deeskalasi nan untuk sementara menghentikan perang. Pengumuman gencatan senjata itu sendiri pun sangat mengagetkan dunia, termasuk di pihak Iran dan Israel sendiri. Keraguan apalagi sempat muncul dari publik ketika tindakan balas membalas serangan tetap berjalan meski Trump sudah mengumumkan di media sosialnya. Tidak heran Trump sempat mengungkapkan kekesalannya terhadap ini.
Namun seiring waktu berjalan, gencatan senjata betul-betul terwujud. Tidak ada lagi tindakan balas membalas. Meski memerlukan waktu, ditaatinya gencatan senjata ini juga merupakan aspek nan di luar dugaan. Nampaknya pergeseran peran AS dari negara nan secara langsung terlibat bentrok menjadi pihak mediator sangat berpengaruh pada perubahan konstelasi ini. Tentunya deeskalasi ini sangatlah melegakan dunia.
Klaim kesuksesan serangan udara nan diumumkan sendiri oleh Presiden Trump menyampaikan poin-poin krusial keberhasilan kekuatan militer AS dalam melumpuhkan situs-situs nuklir Iran. Di pihak Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden AS Donald Trump disertai dengan klaim keberhasilan Israel dalam mengatasi ancaman nuklir dari Iran. Hingga di hadapan publik akhirnya muncullah Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei nan mengucapkan selamat atas kemenangan masyarakat Iran dalam melancarkan serangan jawaban ke pangkalan militer AS di Qatar.
Singkatnya, semua menyatakan kemenangan dengan tidak mau kehilangan muka. Siapa pemenang sesungguhnya dan pihak mana nan paling betul tentunya susah terkonfirmasi. Pasca perang, nan nyata tersisa adalah para korban perang, puing-puing bangunan, dan kerugian ekonomi berskala masif. Namun, bukankah karakter perang memang demikian? Di sinilah, quote terkenal dari Bertrand Russell nan bersuara : "War does not determine who is right, only who is left" semakin menemukan relevansinya.
Perdamaian Jelang 4 Juli?
Menjelang seremoni hari kemerdekaan AS di 4 Juli mendatang, pemerintahan Presiden Trump seakan kuat mendorong narasi pembuatan perdamaian, bertepatan di nuansa enam bulan pertama periode keduanya. Berbagai proses perdamaian nan difasilitasi AS, diantaranya kedua negara Afrika ialah Kongo dan Rwanda, deeskalasi India-Pakistan, kemudian rencana Trump untuk menemui pihak Iran, serta janji untuk mencapai gencatan senjata di Gaza, hingga pencabutan hukuman AS terhadap Suriah seolah menegaskan pesan ini.
Melihat pola ini, nampaknya terdapat rencana untuk menyelaraskan dengan narasi besar dan kemauan Trump untuk menjadi sosok pembuat perdamaian (peacemaker) dan pemersatu (unifier) seperti nan diucapkannya saat pidato pelantikan 20 Januari 2025 lalu, meski diwarnai dengan langkah nan dipandang kontroversial. Bisa jadi Pemerintahan Trump mau menjadikan serangkaian upaya perdamaian nan difasilitasi AS ini sebagai bingkisan seremoni hari kemerdekaan Negeri Paman Sam.
Apakah 4 Juli mendatang dapat menjadi momentum pembuktian Presiden Trump sebagai sosok nan menyatukan dan pembawa tenteram sebagaimana nan diucapkannya saat pelantikan? Ataukah dia bakal tetap dipersepsikan masyarakat bumi sebagai sosok sebaliknya? Ataukah enam bulan pertama pemerintahan Trump dinilai tetap terlalu awal untuk memperoleh jawabannya? Tentu ini bakal terjawab oleh waktu, dengan potensi kejutan-kejutan baru.
Yang pasti, untuk menghadapi ragam kejutan seiring dengan ketidakpastian dinamika geopolitik nan seringkali tidak terprediksi, tentunya Indonesia kudu mempunyai resiliensi dan kecermatan dalam membaca beragam situasi dan kemungkinan dengan langkah dan strategi nan sigap dan tepat (velox et exactus). Ini menjadi aspek kunci dalam memitigasi beragam corak pendadakan strategis (strategic surprise) demi tetap menjaga kepentingan nasional.
Mahesa Sri Wirawan. Alumni Program Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia
(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini