Buntut Kasus Suap, Pimpinan Dpr Usul Pertukaran Hakim Di Jawa Ke Luar

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyoroti kasus penerimaan suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta serta 3 pengadil dalam kasus putusan lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO) alias bahan baku minyak goreng. Adies mengusulkan agar ada pertukaran pengadil di Pulau Jawa ke luar alias sebaliknya.

"Mungkin ini seperberapanya saja tidak ada mungkin 1%. Hampir semua pengadil baik. 8.000 pengadil kurang lebih separuh lebih 60% ada di luar wilayah dan mereka betul-betul bekerja, tidak pernah terkontaminasi hal-hal nan tidak baik nan mencoba meracuni mereka," kata Adies di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).

"Mungkin bisa suatu saat ditukar pengadil nan di luar itu masuk ke sini, nan di Jawa dikeluarin semua biar merasakan semua, salah satu usulan kami di Komisi III," sambungnya.

Adies pun mendorong agar seleksi pengadil diperketat. Terlebih, kata dia, khususnya pengadil nan bakal ditempatkan di Pulau Jawa.

"Seleksinya itu diperketat. Termasuk juga kelak seleksi Hakim Agung itu juga bakal kita perketat,"

Adies mengaku prihatin dengan peristiwa suap pengadil nan terulang. Padahal, kata dia, semestinya pengadil menjadi wakil Tuhan dalam menegakkan keadilan di bumi.

"Mereka semestinya kan kudu bersih, kudu betul-betul bersih. Dan di luar dari hal-hal nan seperti itu tadi. Mereka memutus dengan hati nurani, kemudian hati nurani itu betul-betul memihak kepada nan benar," ujarnya.

Adies memahami proses penentuan majelis pengadil di Mahkamah Agung (MA) melalui sistem daring dan dilakukan secara acak. Adies mengatakan pihaknya dan Ketua MA Sunarto bakal menyiapkan proses seleksi pengadil nan lebih ketat.

"Kemudian kemauan beliau juga, andaikan kelak itu sejalan dengan kami, hakim-hakim nan mau masuk terutama daerah-daerah nan potensi godaannya besar, seperti Jawa apalagi di Jakarta, itu bakal dibuatkan semacam fit and proper di Mahkamah Agung," jelasnya.

"Dilihat juga track record dan lain sebagainya. Jadi kemudian integritasnya, apa segala macam tidak hanya semata-mata lantaran ini putusannya bagus, ini orangnya pintar, tapi semua mentalnya juga, ada psikotesnya juga dan lain-lain. Nah itu nan untuk masuk ke daerah-daerah seperti di Jawa dan lain-lain," sambungnya.

Lebih lanjut, Waketum Partai Golkar itu berambisi MA dapat lebih sigap mengatur seleksi pengadil ini. Adies mengakui pemerintah berkompetisi dengan waktu dalam menerapkan proses seleksi tersebut.

"Ini sudah memang mulai bakal diterapkan. Tetapi ya kita kecolongan dengan waktu kan, berpacu dengan waktu. Ini baru disiapkan semua oleh Mahkamah Agung, tapi sudah ada lagi nan kasus-kasus nan seperti ini. Jadi memang saya prihatin sekali juga dengan perihal ini," tuturnya.

Adies memastikan seleksi para pengadil ke depan tak bakal dilakukan dengan mudah. Adies mengatakan bakal ada pendidikan unik untuk para hakim.

"Jadi tidak bakal mudah. Tesnya saja, akademisnya di ASN kan sudah sangat susah. Begitu masuk juga bakal dididik di diklat. Di diklat itu juga kelak bakal dipilih mana pengadil nan bisa memegang palu, mana pengadil nan hanya administrasi, nan hanya ngurus itu. Nanti juga bakal dididik di sana," ungkapnya.

"Inilah keinginan-keinginan kita berbareng dengan Mahkamah Agung, DPR dan Mahkamah Agung untuk membikin agar supaya hakim-hakim ini betul-betul berintegritas, jauh dari kerawanan godaan-godaan itu," imbuh dia.

Seperti diketahui, Ketua PN Jaksel ditetapkan sebagai tersangka mengenai kasus suap penanganan perkara di PN Jakpus. Selain itu, ada pula 3 hakim, panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara, serta pihak korporasi nan turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Kasus suap dan gratifikasi itu berangkaian dengan vonis onstslag alias putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Majelis pengadil saat itu memberikan putusan lepas pada terdakwa korporasi.

Tiga pengadil itu adalah pengadil Agam Syarif Baharudin, pengadil Ali Muhtaro, dan pengadil Djuyamto. Ketiganya diduga menerima duit suap senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut.

(amw/rfs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini